Titip Beli

Halo pembaca,

Topik bahasan kali ini terinspirasi pernyataan dari salah satu pengunjung website. Judul di atas bukan bahasa hukum, tapi hanya istilah yang cenderung ‘pop’ yang sering digunakan di masyarakat. Titip beli di sini, bukan titip beli barang biasa, atau titip beli cappuchino di café, namun titip beli tanah dan/atau bangunan. Titip beli tanah bukanlah sesuatu yang dilarang atau tidak bisa dilakukan, tapi yang selalu kurang atau bahkan tidak disadari banyak orang adalah, untuk melakukan hal tersebut ada prosedur hukum yang wajib diikuti, sehingga aman dan tidak beresiko rugi atau tertipu.

Jadi maksud kasus Titip Beli Tanah sebagaimana tersebut di atas itu ilustrasinya begini:

XX tinggal di kota B, ingin membeli tanah di kota K. Karena tidak punya waktu untuk terbang ke kota B, XX titip uang kepada tantenya YY yang tingal di B untuk membelikan tanah yang ia inginkan. Lalu YY membelikan tanah dimaksud untuk XX, menggunakan uang titipan XX.

Sampai di sini, lalu salahnya di mana? Ok, mari kita lanjutkan;

Kesalahan fatal dalam hal titip beli di sini adalah, tanpa kesepakatan tertulis apapun, YY membelikan tanah dengan uang titipan XX, langsung, nampaknya juga tanpa berpikir prosedur dan konsekuensi, dianggap layaknya membeli pakaian di mall saja, begitu perumpamaanya kira-kira, sehingga, sebagaimana runutan beli tanah, selepas akta jual beli disepakati, sertifikat diproses balik nama ke BPN, BPN akan memprosesnya tentu saja berdasarkan nama Pembeli di akta jual beli PPATnya, yaitu YY. Sehingga nama pemilik tanah yang baru tentu saja YY, bukan XX sebagai ‘yang beli’ original tersebab 100% menggunakan uang XX, plus memang atas keinginan/permintaan XX sejak semula.

Lalu XX harus bagaimana kalau sudah begini?

Di atas kertas (*baca: secara bukti tertulis), XX tidak punya bukti apapun atau alasan apapun untuk bisa menyatakan bahwa, “itu sebenarnya tanah saya yang beli!”

Karena dia akan ditanya balik “buktinya apa?”

Pembuktian bagi kepemilikan tanah secara sah apabila anda bawa ke Pengadilan tentu saja akan diminta dua bukti diantaranya yang terpenting yaitu: Sertifikat Tanah yang akan dilihat atas nama siapa sekarang tanah itu dicatat di dalam buku sertifikat tersebut, lalu Salinan akta Jual Beli tanahnya.

Apabila YY sampai membawa perihal ini ke Pengadilan, semua bukti-bukti dasar yang diminta di atas tentu tidak akan pernah bisa menjadi bukti bahwa tanah tersebut adalah sebenarnya miliknya hanya karena dibeli menggunakan uang darinya, sebab yang tercatat di sertifikat adalah YY sebagai pembeli.

Apabila pada akhirnya YY menjadi ‘jahat’, tidak mengakui bahwa ia telah dititipi uang oleh XX untuk membeli tanah tersebut, maka XX akan makin teruk kondisinya. Kecuali YY tetap baik dan lurus dalam melaksanakan amanah, maka tanah tersebut bisa ia serahkan hak kepemilikannya kepada XX dengan cara (khusus pada kasus XX dan YY): Jual beli atau hibah. Yang terpenting, ada Alas Hak yang sah yang bisa dijadikan XX untuk melaksanakan Permohonan Balik Nama tanah ke BPN, dari yang semula atas nama YY menjadi atas nama XX.

Lalu apa sih sebenarnya Alas Hak itu?

Secara mudah, alas hak itu bisa diartikan sebagai: suatu ‘Alasan yang sah, bagi seseorang untuk boleh menyatakan bahwa suatu tanah dan atau bangunan/rumah adalah miliknya’. Sah tentunya betul-betul dilakukan berdasar hukum atau peraturan yang berlaku atas perihal tersebut.

Apa Saja Alas Hak bagi Seseorang/Subjek Hukum (PT adalah termasuk Subjek Hukum yang boleh memiliki tanah dan/atau bangunan) untuk dapat menyatakan Ia berhak memiliki Tanah dan/atau bangunan?

  1. Karena Warisan.

Waris adalah sebuah alas hak. Tapi tentu saja, wajib dilengkapi bukti-bukti lain secara tertulis yang bisa membuktikan bahwa sesorang atau beberapa orang adalah pihak-pihak yang berhak atas tanah dan/atau bangunan warisan tersebut, antara lain: Akta lahir para pihak, Kartu Keluarga, surat kematian Pewaris dan Surat/Akta Keterangan Ahli Waris, setelah lengkap, barulah bukti-bukti dokumen tersebut dibawa ke BPN untuk dimintakan Permohonan Balik Nama tanah.

  1. Karena Jual Beli.

Tanah dan/atau bangunan baru bisa berpindah kepemilikan, salah satu caranya adalah bila sudah dilaksanakan Jual Beli. Dan menurut PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37, tentang Pendaftaran Tanah: Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti yang sah (selain risalah lelang, jika peralihan Haknya melalui Lelang), bahwa Hak Atas Tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain;

  1. Karena Hibah.

Sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37 (1), tentang Pendaftaran Tanah: setiap pemberian hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta PPAT.

Pengalihak hak kepemilikan tanah juga bisa dilakukan dengan opsi ini. Biasanya opsi ini dilakukan oleh keluarga terutama orang tua kepada anak-anak, karena pemberi Hibah tidak kena pajak. Kalau antar anggota keluarga lain tetap kena pajak baik penerima dan pemberi hibah, walau dihitung dari NJOP. Walaupun begitu, tetap ada yang tidak memilih opsi ini karena Hibah dapat ditarik kembali ke budel waris, jika terhitung nilai harta waris yang wajib menjadi kurang karena terpotong hibah.

  1. Pembagian Hak Bersama.

Pilihan ini biasanya berbarengan dengan waris, karena tanah dibagi-bagi/dipecah-pecah menjadi milik beberapa orang. Tapi hal ini hanya bisa apabila tanah semula dimilki oleh beberapa individu, lalu ingin dipecah menjadi atas nama masing-masing atau atas nama hanya beberapa orang (Sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37 (1)).

  1. Permohonan Hak Berdasarkan Penguasaan Fisik.

Sesuai Pasal 24 (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan: seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 tahun secara terus menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang ha katas tanah tersebut, dengan syarat:

(1) Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya (missal tetangga berbatasan, Kepala Desa, Lurah, Camat, saudara);

(2) Penguasaan tersebut baik sebelum atau selama pengumumanb sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masayarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

  1. Inbreng.

Pemilikan tanah oleh PT (Perseroan Terbatas), caranya adalah dengan ini atau dengan Jual Beli biasa. Mekanismenya tentu lewat persetujuan para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Namun perihal ini lebih baik kita bahas di artikel tersendiri di lain waktu ya!

Kesemua Alas Hak dia atas adalah semua alasan yang bisa digunakan seseorang/subyek hukum untuk melaksanakan Permohonan pemilikan Hak atas tanah dan/atau bangunan.

Tapi agar diingat, kepemilikan suatu tanah dan/atau bangunan itu tidak bisa loncat atau pindah begitu saja tanpa melalui alas-alas hak di atas.

Dan perlu diingat pula, alas hak itu bukan berarti lalu pengajuan Permohonan Hak milik atau hak guna  bangunan atasnya otomatis diloloskan/dikabulkan oleh BPN. Alasannya antara lain:

  1. Tanah yang dimohonkan hak ternyata tanah sengketa;
  2. Tanah yang dimohonkan hak ternyata tanah milik Pemda atau tanah yang diperuntukkan untuk penghijauan kota;
  3. Tanah yang dimohonkan hak ternyata dipermasalahkan ahli warisnya yang sah (walaupun selama berpuluh tahun tidak pernah muncul);

Hal-hal di atas adalah perihal yang menjadi pertimbangan BPN untuk tidak dapat mengabulkan Permohonan Hak atas tanah, walaupun si pemohon sudah memiliki Alas Hak yang sah.

Mari kembali ke kasus XX dan YY di atas, jadi apa yang semestinya dilakukan oleh XX dan YY atau kita semua apabila mengalami atau kebetulan dalam posisi yang sama?

  1. XX sebagai pemilik uang yang tidak bisa pergi ke kota tempat tanah berada, hendaknya XX membuat Akta Kuasa Beli di hadapan Notaris setempat di kota tempatnya tinggal, yang menyatakan bahwa ia memberikan kuasa kepada YY untuk membeli tanah, yang mana nanti akta kuasa tersebut akan dibawa YY menghadap PPAT di kota tempat tanah dibeli sebagai bukti otentik, bahwa ia (YY) hanya menerima kuasa untuk membelikan tanah bagi XX.
  2. Berdasarkan Surat Kuasa notariil di atas, di dalam Akta Jual Beli dihadapan PPAT tempat tanah berada, akan dikutip bahwa: YY menghadap PPAT untuk membeli tanah dimaksud berdasarkan Akta Kuasa Beli dari XX.
  3. Berdasar Akta Jual beli di atas, dan Kuasa Beli Notariilnya, barulah BPN bisa mendapatkan bukti untuk dapat mengabulkan Balik Nama tanah kepada XX.

Demikian bahasan kali ini. Semoga bermanfaat. Kurang lebihnya, mudah-mudahan akan dikeluarkan di artikel berikutnya, atau silahkan kirimkan email ke kantor kami untuk tanya jawab atau diskusi.

Salam sukses selalu.

7 thoughts on “Titip Beli

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *