Mengapa Harus Dengan Akta Notaris?

Halo pembaca, apa kabar hari ini? Kami mendoakan sukses selalu ya!

Bahasan pertama kami kali ini adalah sesuatu yang paling mendasar dahulu.

  • Apa sebenarnya yang menjadikan orang/beberapa orang yang ingin mendirikan usaha, wajib datang ke kantor Notaris untuk dibuatkan Akta Pendiriannya?
  • Mengapa tidak bisa dibuat dalam sebuah perjanjian sendiri saja diantara pihak-pihak tersebut untuk mendirikan usaha bersama-sama?

Jawabannya sederhana, karena pendirian usaha atau badan usaha tersebut memang diwajibkan dibuat dengan Akta Notaris oleh Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

Bentuk usaha/badan usaha apa sajakah yang pendiriannya wajib dituangkan dalam  Akta Otentik menurut Undang-Undang?

Antara lain adalah sebagai berikut:

1.  Akta Pendirian Perseroan Terbatas

      Diwajibkan dibuat dalam Akta Notaris sesuai dengan yang diatur dalam UU PT Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 7:

Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan Akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia”,

2.  Akta Pendirian Yayasan

      Diwajibkan dibuat dalam Akta Notaris sesuai dengan yang diatur dalam UU tentang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 yang diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2001, Pasal 9 ayat 2:

Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam Akta Notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia.”

3.  Akta Pendirian Firma dan CV

      Diwajibkan dibuat dalam Akta Notaris sesuai dengan yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) Bagian 2 mengenai Perseroan Firma dan Perseroan Dengan Cara meminjamkan uang atau disebut Perseroan Komanditer, Pasal 16, pasal 18, Pasal 19, Pasal 22.

Pasal 16:

“Perseroan Firma adalah suatu Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha dibawah satu nama bersama.”

Pasal 18:

“Dalam perseroan firma tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya.”

Pasal 19:

Perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut juga perseroan komanditer, didirikan antara seseorang atau antara beberapa orang persero yang bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih sebagai sebagai pemberi pinjaman uang.

Suatu perseroan dapat sekaligus berwujud perseroan firma terhadap persero-persero firma di dalamnya dan perseroan komanditer terhadap pemberi pinjaman uang”.

Pasal 22:

“Perseroan-perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik

*Keterangan: runutan pasal-pasal dalam KUHD di atas, menjelaskan bahwa Firma dan CV berada dalam satu jenis (perseroan firma) namun CV  masuk dalam kategori lebih khusus yaitu memilki persero peminjam uang/perseroan komanditer”.

4.  Akta Pendirian Perkumpulan

     Diwajibkan dibuat dalam Akta Notaris sesuai dengan yang diatur dalam UU tentang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 17 Tahun 2003, Pasal 11 (1) dan Pasal 12 ayat 1 (a):

Pasal 11 (1):

“Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a dapat berbentuk:

  1. Perkumpulan
  2. Yayasan

Pasal 12 (1) a:

(1) Badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a didirikan dengan memenuhi persyaratan:

(2). Akta Pendirian yang dikeluarkan oleh Notaris yang memuat AD dan ART”

5.  Akta-Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yaitu:

     Jual Beli Tanah, Tukar Menukar, Akta Hibah, Akta Pembagian Hak Bersama,  Akta Pemasukan Dalam Perusahaan (Inbreng), Akta Pemberian Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

Kesemua perbuatan hukum atas tanah maupun atas satuan Rumah susun/unit apartemen yang tersebut di atas, wajib dibuat dalam Akta PPAT sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 2:

(1). PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

(2).  Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

  1. Jual beli
  2. Tukar menukar
  3. Hibah
  4. Pemasukan ke dalam perusahaan
  5. Pembagian Hak Bersama
  6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
  7. Pemberian Hak Tanggungan
  8. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan

6.  Akta Kuasa Menjual

      Akta Kuasa Menjual Tanah menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 menyatakan:

Bahwa Surat Kuasa Khusus bentuknya bisa Akta Notaris dan yang dilegalisir Notaris, bila si pemberi Kuasa tidak bisa hadir (pada saat penandatanganan Jual Beli, dsb.)

    Namun saat ini dalam praktek secara umum, pihak Badan Pertanahan/Kantor Pertanahan setempat hanya menerima kelengkapan berkas berupa Surat Kuasa yang berbentuk Akta Notariil dalam proses Permohonan Balik Nama kepemilikan tanah setelah transaksi Jual beli, Hibah, Waris, dsb.

7.  Akta Keterangan Hak Mewaris

     Dalam Pasal 111 ayat (1) Huruf c butir 4 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa salah satu syarat pendaftaran Balik Nama Waris adalah:

  1. Surat Keterangan Waris: bagi Warga Negara Indonesia penduduk asli, dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal Pewaris pada waktu meninggal dunia;
  2. Akta Keterangan Hak Mewaris dari Notaris: bagi WNI keturunan Tionghoa.   

Peraturan ini masih mengacu pada peraturan lama dari zaman Hindia Belanda, yang menurut banyak ahli hukum, termasuk penulis, pengaturannya sudah harus diubah. Selayaknya, sebagaimana yang juga diatur dalam Dasar Negara dan UUD 45, semua WNI adalah sama, tidak ada lagi perbedaan perlakuan hukum berdasarkan ras. (Bacaan: Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris (Dalam  Bentuk Akta Keterangan Ahli Waris): Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum., Penerbit CV. Mandar Maju, 2008).

Lalu Perjanjian-Perjanjian Apa Saja Yang Tidak Diwajibkan Perturan Perundang-Undangan Dibuat dalam bentuk Akta Notaris?

Antara lain:

  • Perjanjian Kredit;
  • Pengakuan Utang;
  • Perjanjian Kerjasama;
  • Kontrak Kerja;
  • Perjanjian Sewa Menyewa;
  • Perjanjian Jual Beli selain tanah;
  • Perjanjian hutang Piutang;
  • Wasiat;
  • Perjanjian Pembagian Hak Asuh Anak dan Harta Gono Gini;
  • Dan lain-lain;

Kesemuanya bebas tanpa wajib dibuat dalam bentuk Akta yang dibuat dihadapan Notaris (Pejabat yang Berwenang, a.l. PPAT), selama memenuhi syarat sahnya Perjanjian, sebagaimana diatur dalam Undang Undang Hukum Perdata Indonesia Pasal 1320:

Syarat sahnya perjanjian adalah:

  1. Ada kesepakatan dari para pihak;
  2. Para pihak yang terikat cakap secara hukum (cakap misal: sudah masuk usia dewasa, tidak gila, dsb);
  3. Tentang suatu hal tertentu;
  4. Menyangkut sebab yang tidak dilarang (misal hal yang dilarang antara lain: penjualan obat-obatan terlarang, dsb.).

Apabila para pihak menginginkan perjanjian dibuat dalam bentuk akta Notariil, hal ini dikarenakan sifat Akta Notariil yang memiliki kekuatan hukum berbeda dibanding Perjanjian Bawah Tangan (dibuat hanya antara para pihak sendiri).

Lalu apa yang dimaksud dengan Akta Otentik dan kekuatan Akta yang Otentik itu?

Akta Otentik (Pasal 1868 KUHPerdata):

“Adalah suatu akta yang dibuat berdasarkan ketentuan undang-undang oleh pejabat umum yang berwenang (antara lain: Notaris dan PPAT), dan dibuat di tempat kedudukan pejabat umum tersebut.”

Lebih lanjut mengenai kekuatan Akta Otentik ini, KUHPerdata Pasal 1870 menyatakan:

“Akta Otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.”

Maksud dari bukti yang sempurna itu adalah:

  1. Tidak dapat disangkal keberadaannya. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dibuat oleh Notaris;
  2. Tidak dapat disangkal isinya, hal ini dikarenakan Notaris telah memastikan bahwa isi perjanjian telah dipahami dengan cara membacakannya di hadapannya para pihak dan memastikan bahwa perjanjian tersebut di tandatangani sendiri oleh Para Pihak yang tersebut di dalam akta.

Sementara Perjanjian Bawah Tangan, menurut Pasal 1875 KUHP Perdata, maknanya adalah:

perjanjian tersebut hanya dapat menjadi bukti sempurna hanya apabila “diakui oleh para pihak” dalam perjanjian. Apabila salah satu pihak menyangkal keberadaan Perjanjian Bawah Tangan tersebut, maka Hakim diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran perjanjian tersebut di muka Pengadilan (1877 KUHPerdata) dan mengajukan bukti-bukti pendukung lainnya.

Maka, dikarenakan hal-hal yang telah ditegaskan Undang-Undang sebagaimana dipaparkan di ataslah, walaupun tidak semua perjanjian wajib dibuat dalam bentuk Akta Notaris, tapi banyak pihak-pihak yang memilih membuat perjanjiannya dalam bentuk Akta Notaris, demi menghindari resiko sebagaimana tersebut dalam pasal 1875 KUHPerdata.

Demikian bahasan mengenai Akta Notariil kali ini. Semoga bermanfaat.

Salam Hangat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *